Menikah (Part 1: Lamaran)

sebenarnya aku gak pernah mematok kapan aku harus menikah, karena aku rasa itu akan menimbulkan kekecewaan kalau pernikahan itu tidak terjadi sesuai waktu yang diharapkan, dan karena kita gak pernah tau soal jodoh. berhubung aku dalam kondisi memiliki seseorang yang aku harapkan untuk menjadi suamiku, aku sebatas berharap, maksimal di usia aku ke 27 udah ada tanda-tanda, kalau lewat dari itu, maka aku perlu mempertanyakan "hubungan ini mau dibawa ke mana?".
sepanjang kami menjalin hubungan, maka selama itu juga kami punya mimpi bersama. dari awal kami mulai merasa bahwa hubungan ini berpotensi untuk sampai di masa depan karena kecocokan demi kecocokan yang terbangun, dari situ juga kami benar-benar saling menginginkan.
hubungan ini penuh cobaan dan lika-liku, bukan dari eksternal, tapi dari internal kami berdua. rasa cinta yang dibantu cara berkomunikasi, kesabaran, dan kepercayaan yang bikin kami bertahan.
setelah dia wisuda di tahun 2019 dan balik ke kampung halaman, kemudian kami LDR, di situ aku benar-benar memutuskan "baiklah, dia pantas untuk aku tunggu."
sebagai pengguna aktif twitter, aku nemu satu tweet yang melintas di timeline aku pas tahun baru 2020. katanya hal apa nih yang bakal aku dapat di 2020, jawabannya dari hasil screenshot dan gak boleh curang. iseng tapi malah baper sendiri, karena ini jawaban yang aku dapat.
berawal dari dia yang nonton Itaewon Class bulan ramadhan tahun 2020, terus kecewa sama Park Saeroyi yang gak memilih Soo Ah. katanya dia baper banget pas Park Saeroyi bilang ke Soo Ah "tunggu aku, aku akan membuatmu berhenti bekerja." yang mana dia maknai dengan "tunggu aku sukses ya Soo Ah, kamu akan aku jadikan ibu rumah tangga." hahahaha. ternyata di ending dia sama Yi Seo. udah aku kasih tau ke dia, yang mana mukanya ada di poster maka end game-nya udah pasti sama yang di poster.
cuma karena dia takut hal seperti Park Saeroyi dan Soo Ah terjadi, dengan entengnya dia bilang "kita harus nikah.". dalam benakku "ya iyalah, ya harus lah.".
setelah hari itu, dia sering banget mengulang omongannya tentang menikahi aku, dan aku gak pernah sama sekali (((gak pernah))) mau 100% menelan omongan itu. bukan karena dia omongannya gak bisa dipegang, bukan karena aku gak percaya sama dia, tapi aku hanya cukup menyimpan sedikit ragu, dan benar-benar menyerahkannya kepada Allah SWT, karena aku takut kecewa.
sebenarnya aku juga udah yakin banget bahwa sosok dia lah yang aku butuhkan untuk jadi suami aku. seperti istilah "he's the one". aku butuh sosok seperti dia di dalam hidupku yang tidak bermotivasi ini, porsinya udah pas banget untuk menjadi pasangan hidup seorang Rizqa.
setelah itu lah aku sadar bahwa aku benar-benar udah dikasih kepastian.
seiring berjalannya waktu, hubungan kami dalam kondisi stabil walaupun LDR, udah gak ada lagi drama seperti tahun-tahun sebelumnya. memasuki bulan ramadhan tahun 2021, berdasarkan hasil sholat istikharah berkali-kali yang dilakukan oleh masnya, jawabannya adalah "Rizqa.".
dia ngomong sama aku, katanya mau ke rumah pas lebaran, bertamu yang benar-benar bertamu sama kedua orangtua aku. ya aku bilang baguslah, udah saatnya orangtua aku kenal dia lebih dalam, karena sebelumnya yang orangtua aku ketahui hubungan kami seperti dua orang putra-putri yang bersahabat, walaupun diam-diam mereka tau kami sebenarnya lebih dari itu.
tanpa briefing, pas dia datang ke rumah, ngobrol sama abah dan mama, tiba-tiba aja dia bilang "ulun handak bedatang membawa keluarga ulun bulan Juli om."
KAGET! secepat itu kah?! aku belum siap...
"alhamdulillah, kami sangat terbuka." kata abah
"jadi pian merestui hubungan ulun lawan Rizqa lah?"
"merestui, niat baik kada boleh ditolak."
detik itu juga aku mau nangis, dan tentu saja harus aku tahan. satu sisi aku bahagia, sisi lain aku belum siap karena aku merasa kok cepat banget dari dia mulai kasih kepastian sampai ke hari dia ngomong mau datang melamar. padahal kalo dihitung rentang waktunya satu tahun. ramadhan tahun lalu dia nonton Itaewon Class dan bilang kami harus nikah, setelah ramadhan 2021 dia datang dan bilang mau melamar. gak ngerti kenapa aku merasa ini terlalu cepat hahahaha semakin menegaskan bahwa aku belum siap.
memasuki tanggal 3 Juli, malam minggu, dia dan rombongan keluarganya datang ke rumah aku, benar-benar kayak bawa satu kampung, karena dia aja udah enam bersaudara, plus ipar, keponakan, sepupu, dan sepuh di kampung.
pada saat momen lamaran itu terjadi, aku rasanya seperti gak bernapas, kayak mati suri, badanku kaku, lemes, terlebih harus memasang senyum sepanjang acara padahal aslinya awkward. aku cuma gak nyangka aja ada di titik lamaran itu. aku dan dia bahkan gak saling bertegur sapa, malu-malu, asli, kita kayak dua orang yang dijodohin, bertatapan aja gak berani. momen lamaran yang sederhana, gak ada dekor-dekoran, gak ada prosesi yang resmi, lebih ke acara perkenalan dua keluarga besar. ngomongin tentang nanti gimana konsep acara pernikahan malah gak ada.
selama prosesi lamaran gak ada bahas soal tanggal, tempat acara, maupun soal pendanaan. kata orangtua aku semuanya diserahkan dan ditetapkan oleh kami berdua dulu, selanjutnya baru dipersilakan kalo ada masukan dari keluarga.
alhamdulillah juga dari kedua belah pihak keluarga aku merasa gak ada yang ikut campur ngatur planning kami, beberapa ada masukan dan permintaan dari abah, selebihnya itu adalah konsep kami.
mungkin untuk cerita di part I segitu dulu, selanjutnya di part 2 aku akan cerita mengenai persiapan menuju hari H.

Comments

Popular Posts